Serba Serbi Santri Al Fahd : Ngambek!



    Pagi itu kantor masih sepi. Ketika aku masuk hanya ada seorang santri disana, sedang berdiri di depan telpon sembari berulang-ulang memencet tombol di telpon kantor tersebut. Biasanya santri diperbolehkan memakai telpon kantor untuk menghubungi orang tua apabila ada kebutuhan mendesak, karena tidak diperkenankan membawa handphone sendiri. Atas izin dari guru pengawas tentunya.

    Tumben
  Begitu pikirku. Tidak biasanya ada santri yang meminjam telpon kantor sepagi ini. Aku pun menghampiri dan menyapa nya, “Nelpon siapa, ji? Nelpon Umi ya?”. Aji, santri kami kelas 7, yang paling murah senyum, kala itu mukanya sedikit muram dan gelisah. “Iya, ustadzah” jawabnya singkat. “Ada apa, Aji sakit ya nak?” tanyaku memastikan. “Iya dzah, tolong wa Umi Aji dzah, Aji mau minta dijemput” katanya. “Ooh iya sebentar ya” balasku sambil mencari kontak wa Umi yang bersangkutan.

    Kemudian, karena belum memiliki nomor Umi Aji, aku meminta nomornya dari Ustadzah Ju yang sedari tadi berdiri di depan kantor sehabis berbincang dengan Ustadz Husni. “Ustadzah, itu Aji lagi sakit, ya? Dia mau minta tolong di wa-in Uminya, ustadzah ada nomornya?” tanyaku. “Dia gak sakit, kak. Tapi lagi ngambek” ucap Ustadzah Ju. Ustadzah Ju adalah pembimbing tahfidz nya Aji, sekaligus Mudiratul Ma’had kami yang baru. Kami paham benar bagaimana tegas dan perhatian nya seorang Ustadzah Ju kepada Aji dan santri-santri kami lain nya.

    “Ngambek? Ngembek kenapa dzah?” tanyaku memastikan. “Iya tadi pagi, saat muroja’ah ba’da Subuh Aji belum terlalu lancar, jadi saya suruh untuk muroja’ah mandiri dulu sebelum disetorkan, beberapa kali muroja’ah nya belum lancar saya suruh ulang lagi” jelas Ustadzah Ju. “Karena Aji terburu-buru muroja’ah nya jadi sulit lancar” lanjutnya. Ya, santri kami satu ini memang tipe yang cepat menangkap dan bersemangat, ia juga rajin dan ulet. Namun, ia suka buru-buru ingin menyelesaikan hapalan nya, begitupun dalam pelajaran suka buru-buru mengerjakan tugasnya. “Jadi biar Aji sungguh-sungguh muroja’ah nya saya bilang, Sebelum lancar muroja’ah, Aji belum boleh sarapan dulu ya, ayo sana diulangi” untuk menyemangati dan memberikan lecutan untuk nya, maka Ustadzah Ju mengatakan demikian. Apa lagi namanya kalau bukan sayang? Ingin sungguh-sungguh anak didiknya mutqin dalam hapalan nya.

    Setelah kejadian itu, Aji pun ngambek, karena dilarang sarapan sebelum lancar muroja’ah. Santri kami yang manis itu kamudian langsung minta dipulangkan ke rumah karena merasa hak nya makan dilanggar. Berinisiatif meminjam telpon kantor dan minta dijemput kepada kedua orang tua nya. Inilah asal muasal Aji sudah meminjam telpon kantor pagi-pagi.

    Mengetahui alasan sebenarnya, saya pun segera masuk mengecek keberadaan nya. Namun, Aji sudah tidak ada disana. Kemudian aku teringat tentang janji ku mengembalikan ekar (kelereng) milik Aji yang ku sita kemarin. Ia bermain ekar saat aku masuk kelas diwaktu pelajaran, jelas saja kena sita olehku. Sambil menggenggam tiga butir ekar, aku mencari nya ke dapur belakang. Ternyata benar, ia sedang duduk merenung di depan pintu dapur. Aku masuk dari pintu dalam, kemudian dari belakang, aku tepuk pundaknya sambil memberikan ekar miliknya. “Aji, ini ekar Aji kemaren yang ustadzah bawa pulang” sembari menaruh ekar miliknya di tangan nya. Ia pun menatap ekar yang kutaruh ditangan nya. “Aji mau sarapan dulu? ayo makan duduk di kursi atas ya” kataku mencoba menenangkan dan mengajaknya berpindah tempat dari pintu dapur.

    Ia pun buka suara, “Ustadzah, apa disini ada yang namanya HAM?” sambil menatap nanar keluar dapur. Mukanya yang biasanya tersenyum terlihat muram. “HAM? Tentu ada nak, ayuk sarapan dulu ya duduk diatas” terangku mencoba membujuk. Tapi nampaknya ia belum terbujuk juga, hingga akhirnya aku memutuskan membiarkan nya dahulu untuk menenangkan diri.

    Setelah itu kedua orang tua nya pun datang, dan setelah berdiskusi, kami memutuskan kalau Aji belum diizinkan pulang dulu dikarenakan alasan yang tidak cukup kuat, yaitu Ngambek! :D Ustadz Husni juga membantu menjelaskan kepada kedua orang tua juga kepada Aji tentunya. Ketika Ustadzah Ju melarang untuk sarapan, bukan semata-mata karena tidak menghargai HAM, tapi untuk menggertak semangat Aji murojaah, dan ini yang kami coba pahamkan pada anak kami. Ustadzah Ju sendiri belum makan tentunya sampai anaknya selesai setoran. :)

    Dari sini kita bisa ambil hikmah. Bahwa kalau ada orang yang sungguh-sungguh menasehati dan memerhatikan kita, apalagi hingga amalan-amalan, itu berarti dia sayang! :) Coba kalau tidak peduli yang besar? Ya sudah, good bye, terserah mau lancar atau tidak, bagus atau tidak. Jadi jagalah teman mu, gurumu, keluargamu dan semua orang yang sungguh-sungguh menasehati kebaikan kita! Karena terkadang mereka sulit untuk kita temukan, ketulusan semacam itu.

   Hal yang lucunya, beberapa waktu berlalu, dan permasalahan ngambek tersebut sudah terselesaikan. Keadaan kembali damai dan penuh semangat dalam menghapal Al Qur’an. Kemudian tiba-tiba Aji bertanya “Ustadzah, sebenernya HAM itu apa sih?”. “Yaa Allah nak, jadi kamu kemarin protes tentang HAM tapi gak tau makna nya ya?” balas Ustadzah Ju. “Iyaa, gak paham artinya dzah” jawabnya polos. Diikuti oleh tawa ku saat mendengar kisah nya. Begitulah ya anak-anak, kepolosan mereka itu yang menjadikan mereka sungguh menarik dan tanpa maksud-maksud tertentu dibalik tindakan nya. Semoga jadi anak sholih dan hafidz yang berprestasi ya anak-anak kami! :D

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa itu Ibu? Siapa itu ayah?

Kisah Menarik Pohon Ghorqod, Pohon-nya Kaum Yahudi

Sinyal Kebaikan